Banyak pihak, terutama dari kalangan aktivis, yang merasa kehilangan sosok Adnan Buyung yang semasa hidupnya dikenal sebagai sosok penegak hukum yang berani dan konsekuen dengan kata juga perbuatan.
Salah satu aktivis yang sangat mengenal sosok Bang Buyung adalah Bennie Akbar Fatah. Ketua Lembaga Klinik Hukum Merdeka ini mengenal Bang Buyung semasa keduanya menjadi aktivis.
"Kami berdua bersama aktivis lainnya terlibat dalam demo besar-besaran yang dikenal dalam peristiwa Malari," kata Bennie Akbar Fatah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (23/9).
Peristiwa Malari (Malapetaka Limabelas Januari) adalah peristiwa demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan sosial yang terjadi pada 15 Januari 1974.
Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang Tanaka Kakuei sedang berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari1974). Mahasiswa merencanakan menyambut kedatangannya dengan berdemonstrasi di Pangkalan Udara Halim Perdana Kesuma.
"Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara. Tanggal 17 Januari 1974 pukul 08.00, PM Jepang itu berangkat dari Istana tidak dengan mobil, tetapi diantar Presiden Soeharto dengan helikopter dari Bina Graha ke pangkalan udara.
Kedatangan Ketua Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI), Jan P. Pronk dijadikan momentum untuk demonstrasi antimodal asing. Klimaksnya, kedatangan PM Jepang, Januari 1974, disertai demonstrasi dan kerusuhan.
Buntut dari aksi tersebut, Bang Buyung, Bennie Akbar Fatah dan aktivis lainnya ditangkap dan dijebloskan ke sejumlah penjara di Jakarta oleh Presiden Soeharto.
Bang Buyung dan Bennie ditahan di gang Buntu, Denlak, Kebayoran Lama. Dulu. Bennie menceritakan, penjara tersebut oleh Soeharto dijadikan tempat menahan para anggota PKI, dan dikenal sebagai penjara tersembunyi.
"Saya ditempatkan bersama dengan Bang Buyung dalam satu sel," kenang Bennie yang akrab disapa Eben ini.
Keduanya ditahan selama enam bulan sebelum dipindahkan oleh Soeharto. Selama sekamar berdua dengan Bang Buyung, banyak pelajaran yang didapat oleh Bennie.
"Aura yang saya rasakan selama enam bulan sekamar dengan Bang Buyung, dia sangat tidak suka dengan ketidakadilan, terutama dalam penegakan hukum. Sosoknya berani dan konsekuen dengan kata dan perbuatan," katanya lagi.
Aura yang dirasakan Bennie Akbar Fatah ternyata benar. Bang Buyung, setelah dibebaskan oleh penguasa Orba itu memilih menjadi penegak hukum yang berani dalam menegakkan keadilan sampai akhir hayatnya. Selamat jalan, Bang Buyung... [wid]