Surabaya | Sebagai bentuk refleksi akhir tahun 2022, PJI (Persatuan Jurnalis Indonesia) dan Pemuda Pusura kerja bareng mewujudkan acara “Ngopi” (Ngobrol Pinter) dengan tema “Jogo Suroboyo” di halaman PUSURA Jl. Yos Sudarso No 9 Surabaya, Jum’at 30/12/2022. Acara dimoderatori Zakaria Anshori, SH, MH, MKn./Cak Zakaria.
Jumlah hadirin membludak. Dari 150 kursi yang disediakan, seluruhnya terisi. Sebagian lainnya sekitar 50 anggota PJI cukup mondar mandir meliput dan meluber ke trotoar jalan serta di dalam Gedung Pusura.
Mengawali pembicaraan sebagai narasumber, Prof. Dr. H. Aminuddin Kasdi, M.S. memaknai “Suroboyo” tak terpisahkan dengan sosok Proklamator Bung Karno dan Pahlawan Nasional HOS Cokroaminoto yang memang pernah hidup dan berjuang di Surabaya.
M. Izsa Ansori, Ketua Bidang Data, Komunikasi dan Litbang Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim, secara khusus mengingatkan bahaya mengintai anak justru dari orang-orang terdekatnya. Dirinya juga mengharapkan “budaya-budaya Suroboyo” dihidupkan. Salah satunya “Ondok Doro” (lomba merpati) yang selama ini dikonotasikan sebagai judi. Izsa mengharapkan Pemkot Surabaya dan semua elemen “Suroboyo” mengemas sebagai kegiatan lomba merpati antar komunitas. Memperebutkan Piala Walikota Surabaya, misalnya.
Letjen TNI (Purn) R. Wisnoe Prasetja Boedi yang menyempatkan datang langsung dari Jakarta, meminta “karakter” kota Surabaya dipertahankan. “Mari kita gali, seperti apa, contohnya pesan damai itu indah, bagaimana karakter kota Surabaya, bagaimana mengembangkan budaya kita dan kesadaran kita tumbuhkan?!”, Arek Suroboyo yang dipanggil Cak Wisnu itu menuturkan. Dalam kesempatan itu Cak Wisnu didaulat sebagai Pembina Forum Cangkrukan dan Silaturahmi Arek-Arek Suroboyo yang akan segera dibentuk.
Ketua Umum PJI Hartanto Boechori setuju pengaktifan kembali keguyuban “Arek Suroboyo”. Siskamling (Sistim Keamanan Lingkungan), Polmas (Polisi Masyarakat) yang digaungkan era Kapolri Sutanto, Karang Taruna dan berbagai keguyupan khas Indonesia dan yang khas “Suroboyo” selayaknya dihidupkan dan dibina. Dirinya juga setuju ide Cak Isha, mengangkat marwah “Ondok Doro”.
Terkait terjadinya tindak pidana kerusuhan di Surabaya, Cak Boechori menilai sebagian besar pelakunya, “korban” sekaligus “pelaku” kejahatan. Korban dalam artian mereka dibodohi dan “dibombong” (keakuan/gengsinya diangkat-angkat, Red.) oleh segelintir seniornya. Diperlukan ‘Pendidik” yang melakukan “pendidikan moral” disamping pengajaran kepada siswa. Bukan hanya sekedar sebagai Guru yang “mengajar” murid.
Beberapa waktu lalu Cak Boechori sempat menulis dan dipublikasikan oleh ratusan media, mengistilahkan para perusuh Surabaya sebagai perbuatan “Tolol Konyol”. “Arek Suroboyo” asli kelahiran tahun 1960 itu bahkan meminta agar Penegak Hukum Polri menembak kaki perusuh yang pamer senjata tajam di muka umum dan melakukan penyerangan ke masyarakat tak bersalah. Dalam tulisannya penanggung jawab beberapa media itu juga mengoreksi para Pendidik, orang tua, Aparat Keamanan dan intelijen yang dianggapnya kebobolan.
Ketua Umum Pemuda Pusura, Hoslih Abdullah atau Cak Dullah memesankan agar semua elemen Bangsa bersatu padu menjaga “Suroboyo”. Dan menanggapi sindiran Ketua AMP (Aliansi Madura Perantau), H. Nawadi agar Pusura diutamakan dibanding Pemuda Pusura, Cak Dullah “menunggu mandat” lebih lanjut dari sesepuh Pusura.
Yousri Nur Raja Agam, “Pemuda” 72 tahun, wartawan gaek asal Minang yang “masih” 48 tahun jadi penduduk Surabaya, mengingatkan, siapapun dan dari manapun yang tinggal di Surabaya wajib jadi “Arek Suroboyo”. Wajib peduli membangun Surabaya.
Budi Susanto, Pengurus Pusat PJI yang juga Ketua Forum Swadaya Masyarakat Surabaya dan pendamping rakyat miskin, menyentil, “PR” Pemerintah seperti permasalahan STB (set top box) untuk TV digital televisi yang banyak dikeluhkan warga, disebutnya Pemerintah kurang tanggap.
Redaktur Pelaksana Koran Bidik Nasional itu juga mempermasalahkan rumah sakit yang terkesan kurang tanggap pentingnya jaminan kesehatan terhadap warga kota Surabaya. “Masih banyak yang meninggal dunia”, ujarnya. Sedangkan tentang adanya perusuh di Surabaya beberapa waktu lalu, menurutnya perlu peningkatan pengamanan seperti siskamling atau penjagaan.
Pendapat relalif berbeda, Ketua AMP (Aliansi Madura Perantau), H. Nawadi meminta perusuh di Surabaya yang oleh beberapa kalangan diistilahkan “gangster”, tidak perlu dimusuhi. “Mereka masih anak-anak”, ujarnya. Menurut Nawadi,anak-anak itu hanya perlu dilakukan pembinaan. Nawadi juga mengharapkan tiga pilar lebih maksimal menjalankan fungsinya.
Narasumber lainnya, Anggota BIN (Badan Intelijen Negara) Daerah Jatim, Hendro serta Ketua GMNI Surabaya (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), Refi Achman Zubari.
Secara menyeluruh para pembicara sepakat Suroboyo harus dijaga ketenteraman masyarakatnya dengan meningkatkan kebersamaan “Jogo Suroboyo”. Meningkatkan kebersamaan semua warga “Suroboyo”. Pengembalian fungsi Siskamling, Karang Taruna, Polmas (Polisi Masyarakat) dan lain lain. Berbagai budaya khas “Suroboyo” juga perlu dihidupkan kembali.